ASITA ONLINE
Asita Online Sebuah renungan atas rencana ASITA menertibkan usahawan berbasis
teknologi informasi. Saya jadi ingat teman-teman sesama pejuang Online
Earning yang rela begadang didepan laptop berpuluh-puluh jam sampai
pagi. Istri dan anak ditinggal tidur sendirian. Mata perih berkaca-kaca
menahan radiasi cahaya laptop. Deretan gelas sisa kopi dan air putih
berserakan di sekitar laptop. Demi untuk memaksimalkan website nya agar
mendatangkan visitor, memberikan pelayanan yang real time bagi
pelanggannya melalui email dan chatting, menyesuaikan perbedaan waktu
antara Bali dan dunia internasional, koordinasi dengan kolega, agar
semua janji layanan berjalan dengan mulus, dan akhirnya mendatangkan
rupiah buat hidupnya.
Bali terkenal dengan keindahan alam dan kultur budaya nya yang unik.
Saya tidak tertarik memperbicangkan hal itu, karena memang kenyataannya
tidak terbantahkan. Keadaan Bali tersebut akhirnya mendongkrak lahirnya
dunia Pariwisata komersial. Akibat yang terjadi adalah masyarakat Bali
berlomba-lomba eksplorasi diri untuk `menjual’ nya sebagai ujud
eksistensi diri dan pemenuhan kebutuhan hidup.
Beragam infrastruktur bisnis pendukung produk pariwisata Indonesia bermunculan dengan
bermacam wajah dan penampakan. Semua sepakat bahwa wajah bisnis itu
terlihat nyata sebagai hotel, villa, bungalow, restoran, diskotik, rent
car, EO, Biro Perjalanan Wisata, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan
penampakan ?. Ada yang nyata kelihatan bangunan fisiknya, punya kantor,
karyawan, mobil, motor, bahkan ada yang punya ujud tapi tidak kelihatan.
Manusia sebagai warga negara
Saya berpikir bahwa semua lapisan masyarakat Indonesia merdeka dan
berhak untuk berbisnis. Infrastruktur bisnis berawal/tercipta dari
manusianya sendiri, asalkan dia punya tenaga, otak dan hati (kreativitas
dan manajemen), serta modal, maka dia sah untuk berjuang dalam dunia
bisnis apapun jenisnya. Usaha mereka akan cepat berkembang karena ada
berbagai pihak yang membantu menciptakan aturan dan sarana umum,
diantaranya telekomunikasi, teknologi, bank, infrastruktur transportasi,
produk regulasi, hukum, wadah organisasi profesi, pihak pemerintah dan
lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan industri pariwisata, saya yakin pemilik usaha
pariwisata yang ber-PT, CV, atau UD, dulunya adalah individu merdeka
dalam berwirausaha, sampai pada akhirnya cukup uang untuk memberikan
status badan hukum pada usahanya. Meski ada juga yang bermodal uang
banyak dan mampu memberikan label hukum terlebih dahulu, kemudian
kegiatan usahanya belakangan.
Sebagai warga dan badan hukum yang baik, mereka akan mendukung
pemerintah sebagai pihak yang membantu menciptakan infrastruktur umum
sehingga mempermudah semua urusan hidup dan usaha. Bentuk dukungan dan
tanggungjawab warga negara itu diwujudkan dengan membayar pajak tepat
waktu. Karena dari pajak itulah warga negara akan diberikan kemudahan
oleh negara. Kemudahan apa ?, salah satunya adalah sarana transportasi,
telekomunikasi, sistem ekonomi, sistem perijinan, tata kota, fasilitas
umum, dll.
Pariwisata sebagai komoditi
Pariwisata telah menjadi salah satu tumpuan utama masyarakat Bali
untuk mengais rejeki. Dengan potensi itu, masyarakat berusaha
menciptakan alat-alat usaha untuk menjaring tamu dari dalam negeri
maupun luar negeri. Berdirilah hotel, villa, restoran, biro perjalanan
wisata, dll. Salah satu pihak garda depan dalam mendatangkan tamu adalah
biro perjalanan wisata dan masyarakat yang telah mempunyai ikatan
tertentu.
Pihak pemodal kuat akan mendirikan biro perjalanan wisata komplit
dengan karyawan, guide dan sarana transportasi, serta legalisasi dari
negara. Tujuannya adalah, lebih meyakinkan tamu-tamu pariwisata agar
menggunakan jasa mereka. Selebihnya, para tamu lain akan mempergunakan
jasa pariwisata dari masyarakat yang telah mempunyai hubungan
pertemanan, kekeluargaan ataupun bentuk keyakinan lain.
Militansi dalam strategi pemasaran pariwisata antara keduanya
mempunyai hal yang berbeda-beda. Mungkin perusahaan biro perjalanan
lebih terorganisir dan mempunyai jaminan tertentu dalam melayani tamu.
Mungkin juga, masyarakat pun mempunyai pendekatan pertemanan dan
kekeluargaan dalam pelayanannya. Saya pikir, soal organisir tidak perlu
diperdebatkan lagi, karena kegiatan organisasi tersebut lahir dari
manusianya sendiri dan bisa cepat dipahami. Hampir dikatakan, pelayanan
oleh perusahaan ataupun masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yaitu
uang.
Strategi pemasaran industri pariwisata
Beragam informasi penawaran pariwisata tersaji dalam brosur, iklan di
majalah, televisi, radio dan lain sebagainya. Metode pemasaran tersebut
lazim dilakukan oleh biro perjalanan wisata pada jaman bahula, bahkan
sampai sekarang. Mereka pun menyebarkan jaringan pemasaran melalui
divisi marketingnya dengan penyebaran brosur, proposal paket wisata,
mengikat kontrak dengan biro perjalanan asing, hotel, restoran, pusat
informasi pariwisata, dan akhir-akhir ini yang populer adalah membuat
sentra informasi online atau disebut website.
Begitu banyak biro perjalanan wisata di Bali, banyak pula informasi
penawaran pariwisata bertebaran. Jika kita melihat keberadaan brosur,
sudah tidak terhitung jumlahnya. Hampir disetiap sudut-sudut lokasi dan
infrastruktur pariwisata, kita akan kenyang melihat brosur. Dan entah
bagaimana nasib brosur tersebut jika sudah tidak berguna. Jelas
berhubungan dengan limbah dan lingkungan hidup. Padahal biaya pengadaan
brosur tidak bisa dibilang murah. Menurut ahli ekonomi, sepertiga
keuangan perusahaan akan habis dalam kegiatan marketing, termasuk brosur
didalamnya.
Dari hasil wawancara saya dengan salah satu pebisnis pariwisata Bali,
brosur bukan lagi sarana efektif dalam menjaring tamu. Karena jumlah
brosur dari biro perjalanan wisata sudah banyak dan tamu akan bosan
bahkan bingung dalam memutuskan program nya. Mengajukan proposal door to
door pun akan kecil menghasilkan pendapatan usaha. Malah boros-borosin
keuangan perusahaan. Iklan di radio, majalah ataupun televisi tidak akan
mempertajam daya ingat calon konsumen. Iklan itu malah dianggap hiburan
lalu dan hilang sekejap oleh persoalan hidup lainnya.
Kehadiran internet dan website
Perkembangan teknologi mampu membawa manusia dunia untuk berperilaku
praktis dan sensitif terhadap lingkungan. Dalam aktivitas hidupnya,
manusia cenderung untuk mempergunakan satu alat tapi berfungsi banyak.
Tidak heran kita melihat alat yang bisa berfungsi sebagai print, fax dan
scanning. Itu adalah salah satu contoh. Bagaimana dengan aktivitas
pekerjaan dan akses informasi ? Kita sepakat akan menunjuk laptop dan
komputer sebagai biang nya.
Dengan laptop, manusia dipermudah untuk buat proposal, buat kontrak,
tulisan, buat email, desain, merencanakan program, mencari informasi di
seluruh dunia. Dalam kaitannya dengan dunia wisata, manusia cenderung
untuk mencari tahu secara instan tanpa harus keluar tenaga dan biaya
lebih. Jika mereka ingin informasi wisata, sudah bukan jaman nya lagi
untuk stater motor dan berkunjung ke sebuah biro wisata (tempat brosur
berada). Internet dan keberadaan jutaan website penyedia informasi
pariwisata akan menjadi tujuannya.
Disinilah letak pergeseran strategi marketing itu harus diperhatikan.
Dikala biro perjalanan wisata gencar dengan marketing offline,
masyarakat dunia sudah nongkrong didepan internet. Sejak internet
menjadi konsumsi masyarakat dunia, hal ini adalah sebuah potensi bagi
para individu yang pandai membuat konten pariwisata online. Mereka
berangkat dari nol dengan kemampuan bahasa inggris yang pas-pasan, supir
dan guide pariwisata, dari lulusan SMA bahkan harus drop out dari
kuliahnya, hanya untuk mewujudkan impiannya menjadi manusia yang bebas
secara finansial melalui teknologi internet.
Banyak cerita manis keberhasilan memanfaatkan dunia internet ini,
salah satunya dari seorang mantan tour guide sebuah biro perjalanan
wisata Denpasar yang memutuskan keluar untuk belajar website. Berawal
dari kepuasan tamu asing atas layanannya, guide ini ditanya soal alamat
email. Dia pun bingung menjawabnya, lantas tamu itu menyarankan guide
ini ke sebuah internet cafe dan belajar email. Diapun diajari oleh
seorang penjaga warnet untuk menciptakan dan belajar manajemen email.
Lantas dia pun tertarik dengan apa yang dilakukan oleh penjaga warnet,
yaitu membuat website. Berbekal notepad, guide ini mengambil source HTML
dari website-website yang sudah ada untuk dijadikan website pribadi,
dengan isi sesuai dengan kemauannya. Secara terus menerus, kemampuannya
terasah berkat software web desain seperti Microsoft Frontpage dan Adobe
Photoshop. Setelah website jadi, diapun belajar optimalisasi website di
search engine dunia, seperti google.com.
Secara perlahan-lahan, tamu wisata itu akhirnya datang melalui
websitenya. Mantan guide ini sendirian mengorganisir kegiatan para tamu
nya dibantu oleh kolega-kolega pariwisata seperti dive center, hotel,
villa, restoran, tiket penerbangan, dan lain sebagainya. Para tamu yang
pernah dilayani-pun merasa puas. Bak letusan kembang api, tamu ini pun
tidak segan untuk merekomendasikan layanan sang mantan guide. Berita pun
menyebar dan masuk diakal jika jumlah bookingan semakin bertambah.
Mantan guide ini tidak puas hanya dengan satu website. Maka dengan
kemampuannya mendesain website, mantan guide ini telah menghasilkan
puluhan website dengan isi berbeda. Bagaikan melempar jaring dan umpan,
mantan guide ini akhirnya mendapatkan bookingan berlimpah dari puluhan
website tersebut. Dari hasil perjuangan mengumpulkan rupiah, mantan
guide itu merasa perlu untuk melegalisasikan aktivitas usahanya. Dengan
tujuan untuk memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan dari
calon pelanggan baru. Dalam kurun waktu 5 tahun, dia telah mempunyai PT.
Lombok Tropic Holidays Indonesia, dengan website utama di
www.lombokmarine.com dan mulai membayar pajak atas usahanya.
Kompetisi usaha berbasiskan pariwisata
Kue pariwisata memang menggiurkan bagi masyarakat. Dengan segala alat
marketing yang ada, semua pihak berlomba-lomba untuk mendapatkan kue
tersebut. Karena pergeseran hidup akibat dari teknologi, maka cara
marketing konvensional lambat laun sudah tidak bergigi.
Marketing secara online melalui internet banyak dilakukan oleh biro
perjalanan wisata ataupun masyarakat umum. Mereka sama-sama merasakan
pajak melilit dalam segala aktivitasnya. Semenjak bangun tidur, ditempat
kerja sampai kembali tidur dirumah, mereka sudah dikelilingi oleh
pajak. Mulai dari sabun mandi, shampo, kopi, makan, baju, rokok, duduk
dikursi, menggunakan komputer kantor, naik motor, semua barang tersebut
berpajak. Sebuah badan usaha, direksi, karyawan, dan masyarakat sudah
diberi label NPWP oleh Perpajakan Indonesia.
Pihak pajak tidak peduli dengan alat-alat usaha/marketing yang
digunakan oleh masyarakat untuk mencari rejeki. Yang mereka tahu adalah
hasil penjualan dikurangi biaya operasional terformulasi khusus menjadi
nilai pajak. Hal ini berlaku bagi badan usaha, karyawan, PNS, ataupun
masyarakat yang berlabelkan wiraswasta dalam KTP/kartu NPWP.
Kabar menyatakan, biro perjalanan wisata yang tergabung dalam
organisasi ASITA akan melaporkan para wiraswastawan yang mempunyai
website tour & travel ke kepolisian. Para wiraswastawan ini di cap
tidak memiliki ijin biro perjalanan wisata maupun dicap tidak membayar
pajak.
Seharusnya kita harus menyelidiki, kenapa para pengusaha online
`illegal’ tersebut lebih memilih pola marketing melalui website. Kenapa
tidak memilih jalur untuk mendidik usahawan tersebut agar sejalan dengan
ASITA. Terus, pertanyaan terbaliknya adalah, kenapa dengan ASITA/sistem
perijinan sehingga membuat usahawan tersebut setia dengan pendiriannya.
Jelas ada sesuatu sehingga membuat ASITA & usahawan online `gerah’.
Rata-rata, usahawan online berkantong pas-pasan dan memiliki energi
perjuangan lebih militan daripada biro perjalanan wisata yang
mengandalkan kinerja karyawan. Usahawan online lebih banyak meluangkan
waktunya untuk berbenah agar menjadi baik dan sempurna. Contoh cerita
dari mantan guide diatas. Usahawan ini punya kesempatan lebih untuk
analisa pasar, analisa sistem website, dan perencanaan program. Baik
buruk usahanya bergantung pada dirinya sendiri. Beda dengan karyawan
biro perjalanan wisata. Mereka akan terkena jam kerja, gaji, rasa
kepemilikan usaha, sehingga akan mempengaruhi kinerjanya. Wajar jika
usahawan tersebut mampu bersaing dalam penguasaan teknologi di internet
dan mendapatkan tamu atas jerih payahnya.
Usahawan online tahu bahwa marketing melalui brosur sudah bukan
jamannya. Masyarakat di dunia lebih banyak menghabiskan waktunya didepan
internet. Wisatawan cenderung memilih villa daripada hotel. Wisatawan
cenderung memilih tinggal ditempat terpencil ataupun tinggal di kapal
sambil berlayar daripada tinggal di keramaian kuta, sanur ataupun nusa
dua. Usahawan online juga tahu bahwa ijin usaha biro perjalanan wisata
di bali sudah tertutup, dan tidak murah jika harus mengurus
perijinannya. Maka mereka ini lebih mirip dicap sebagai kaum
terpinggirkan oleh manisnya bisnis pariwisata.
Bila pada akhirnya mereka mampu membawa website nya masuk dalam top
ten listing di mesin pencari internet, mereka mampu menyebarkan
produknya di forum jejaring sosial, mampu berteman dengan calon
pelanggan diseluruh dunia, mampu menulis tentang pariwisata, dan
akhirnya meraup penjualan yang melimpah, terus apakah ini salah ?. Saya
berpikir, sebaiknya biro perjalanan wisata mempunyai website daripada
mengandalkan marketing konvensionalnya. Jika sudah ada website, silahkan
kontak usawahan online tadi untuk urusan menjaring konsumen melalui
internet. Jika mereka dibayar pantas, saya yakin biro perjalanan wisata
`legal’ akan tetap bernafas.
Kemungkinan, usahawan online ini mempunyai niatan untuk maju,
membesarkan usaha, mempunyai karyawan, bahkan melegalisasi usahanya
menjadi CV ataupun PT. Ketika dia sendirian, kita tidak pernah tahu
apakah dia sudah berNPWP atau belum. Mereka sudah bayar pajak pribadi
atau belum ke pemerintah ?. Tidak pernah tahu. Apakah perlu dalam
website `ilegal’ tersebut dicantumkan sebuah halaman laporan pajak dari
pemiliknya ?. Jika sudah, lantas alasan apalagi bagi ASITA untuk
memperkarakan mereka ?. Jikalau ini masalah perebutan kue, kenapa seret
masalah pajak segala ?. Akan lebih baik jika ASITA mengundang pakar
internet marketing untuk memberikan pencerahan tentang kehebatan peran
dari sebuah website.
Sourch ; http://artikelindonesia.net/asita/asita-akan-tertibkan-website-tour-ilegal.html
Posting Komentar